Blasius hidup pada abad ke-4 yang berasal dari keluarga kaya dan taat pada Tuhan. Saat masih remaja, ia mulai memperhatikan penderitaan yang terjadi di sekitarnya. Lalu, ia berkesimpulan bahwa kebahagiaan sejati hanya dapat diperoleh dalam sukacita rohani saja.
Suatu hari, Blasius pun ditahbiskan menjadi Uskup Sebaste di Armenia. Blasius berusaha agar umatnya mencapai kehidupan yang kudus melalui doa dan khotbahnya.
Di masa pemerintahan Kaisar Licinius, masyarakat Kristen mengalami penganiayaan, sehingga Blasius pun turut terlibat dalam masalah ini. Ia ditangkap, dipenjara dan dihukum penggal. Di dalam penjara, Blasius banyak membuat orang kafir menjadi bertobat. Imannya yang kuat kepada Yesus tidak membuatnya gentar menghadapi hukuman penggal.
Saat Blasius menuju ke tempat ia akan dipenggal, masyarakat memenuhi sepanjang jalan untuk melihat Uskup kesayangan mereka untuk terakhir kalinya. Di perjalanan menuju tempat eksekusi, Blasius tetap memberkati para umatnya tanpa terkecuali. Tiba-tiba datanglah seorang ibu yang meminta pertolongan kepada Blasius untuk mendoakan anaknya yang tertelan duri ikan di tenggorokan. Blasius langsung mendoakan anak tersebut dan mujizat pun terjadi dimana anak itu langsung sembuh dari sakitnya tersebut.
Blasius meninggal dunia sebagai martir pada tanggal 3 Februari 316, dengan cara ditusuk dengan “wool combs”. Kemudian Blasius dipenggal kepalanya. Berdasarkan cerita kemartiran dan mujizat penyembuhannya tersebut, Blasius diangkat sebagai Santo pelindung bagi penderita sakit tenggorokan dan pelindung bagi para sisir wol.