Bruno von Egisheim-Dagsburg lahir pada tanggal 21 Juni 1002 di Egisheim, Perancis. Ia tumbuh dari keluarga bangsawan, ayahnya bernama Hugh IV dan ibunya bernama Heilwig. Ayahnya adalah sepupu pertama dari dari Kaisar Conrad II yang berasal kekaisaran Romawi Suci. Pada usia 5 tahun, Bruno diasuh oleh Uskup Berthold dari Toul yang memiliki sekolah untuk anak-anak bangsawan. Pada tahun 1017, Bruno belajar kanonik di gereja St. Stefanus di Toul dan ditahun 1024 Bruno diutus untuk melayani di kapel pada zaman kekaisaran Henry III.
Lalu, pada tahun 1026, Bruno menjadi seorang diakon dan ia ditunjuk untuk menggantikan Uskup Toul yang meninggal serta Bruno ditahbiskan pada tahun 1027. Bruno memimpin keuskupan Toul selama lebih dari 20 tahun, dimana itu adalah masa-masa yang penuh tekanan dan kesulitan. Pada masa itu Kota Toul mengalami peperangan dan kelaparan. Uskup Bruno memberikan layanan politik untuk Conrad II dan Kaisar Henry III. Ia sangat mampu menjaga perdamaian, sehingga suatu hari Uskup Bruno diutus oleh Conrad II untuk bertemu dengan Robert the Pious dengan tujuan membangun perdamaian yang kuat antara Perancis dan kekaisaran. Di sisi lain ia mampu mempertahankan kotanya dalam melawan Pangeran Odo II dari Blois yang merupakan seorang pemberontak melawan Conrad.
Bruno dikenal sebagai seorang rohaniwan sejati dan reformis melalui semangat yang ia tunjukkan dalam menyebarkan aturan Ordo Cluny. Namun, dibalik semua karyanya, Bruno harus menerima kenyataan atas meninggalnya kedua orang tuanya dan kedua saudara laki-lakinya. Untuk menghibur dirinya, Uskup Bruno memilih untuk bermain musik dan karena hobinya ini, ia menjadi sangat mahir bermain musik.
Setelah kematian Paus Damasus II di tahun 1048, Uskup Bruno terpilih menjadi penggantinya melalui sebuah pertemuan di Worms. Akan tetapi, Bruno lebih memilih agar diadakan pemilihan kanonik dan menetapkan sebagai syarat penerimaannya, dimana ia harus terlebih dahulu pergi ke Roma dan dipilih secara bebas oleh suara para klerus dan rakyat Roma. Kemudian, Bruno tiba di Roma pada bulan Februari 1049 dan ia diterima dengan hangat. Ketika akan ditahbiskan, Uskup Bruno memilih nama Paus Leo IX sebagai nama kepausannya dan ia secara resmi ditahbiskan pada tanggal 12 Februari 1049.
Paus Leo IX mendukung aturan selibat pagi para klerus dalam reformasi gereja Katolik. Salah satu tindakan publik pertamanya adalah mengadakan sinode Paskah pada tahun 1049, dimana selibat bagi para klerus (sampai tingkat diakon) diwajibkan lagi. Berkat keputusan aturan baru yang dibuatnya itu, maka terjadilah kemajuan di negara-negara lain seperti Italia, Perancis dan Jerman yang membentuk ciri khas peraturan dari Paus Leo IX.
Sepulang dari Roma, Paus Leo IX kembali mengadakan sinode Paskah pada tanggal 29 April 1050. Sinode ini sebagian besar diisi dengan kontroversi ajaran Berengar dari Tours. Pada tahun yang sama ia memimpin sinode di beberapa provinsi Italia, lalu ia kembali ke Roma lagi untuk mengadakan sinode Paskah ketiga untuk membahas masalah reorganisasi mereka yang telah ditahbiskan oleh para Simonis. Pada tahun 1053, Paus Leo IX menengahi perselisihan antara uskup agung Kartago dan uskup dari Gummi-Mahdia mengenai keutamaan gereja.
Dalam ketakutan terus-menerus akan serangan bangsa Norman dari Selatan Italia, orang-orang Bizantium berpaling dengan putus asa kepada pemimpin spiritual bangsa Norman yaitu Paus Leo IX. Setelah sinode paskah keempat pada tahun 1053, Paus Leo IX berangkat melawan bangsa Norman di Selatan dengan pasukan Italia dan tentara bayaran Swabia. Sebagai orang Kristen yang taat, orang-orang Norman enggan melawan pemimpin spiritual mereka dan menuntut perdamaian, tetapi tentara Swabia mengejek dan menghiraukan mereka. Paus Leo IX memimpin pasukannya sendiri, tetapi mereka mengalami kekalahan total di Pertempuran Civitate pada tanggal 15 Juni 1053. Meskipun kalah, orang-orang Norman tetap menghormatinya dan memperlakukannya dengan baik layaknya tamu terhormat daripada sebagai tahanan
Paus Leo IX ditawan oleh orang-orang Norman yang memenangi pertempuran selama 9 bulan di Benevento sampai ia mengakui penaklukan Norman di Calabria dan Apulia. Sekembalinya ke Roma ia tidak bertahan lama dan meninggal dunia pada tanggal 19 April 1054. Paus Leo IX dikanonisasi sebagai orang kudus pada tahun 1082 oleh sahabat dan mantan penasihatnya, Paus Gregorius VII. Kanonisasi ini mengakui upayanya untuk mereformasi gereja dan memperkuat integritas moralnya.