
Lidwina lahir 18 April 1380 di Schiedam, Belanda. Ayahnya adalah seorang bangsawan miskin dan ibunya juga berasal dari rakyat jelata biasa. Ketika berusia 15 tahun, Lidwina menyatakan keinginannya untuk mempersembahkan hidupnya bagi Tuhan saja. Namun, suatu hari Lidwina mengalami kecelakaan dan hal ini mengubah seluruh kehidupannya.
Kecelakaan itu terjadi ketika ia sedang bermain sepatu luncur bersama teman-temannya. Tidak sengaja teman-temannya itu menabrak Lidwina, sampai Lidwina terpelanting keras di atas es dan tulang rusuknya patah. Lidwina menjerit kesakitan dan menimbulkan sakit lainnya seperti, mual, demam, sakit kepala, sakit disekujur tubuhnya dan rasa haus. Lidwina sempat mengeluh kepada ayahnya, bahwa ia tidak kuat lagi menanggung sakit yang ada ditubuhnya. Bukannya membaik, kondisi Lidwina semakin memburuk dengan munculnya bisul-bisul besar diwajahnya, salah satu matanya mengalami kebutaan dan Lidwina hanya bisa berbaring diatas tempat tidur.

Ketika Lidwina sudah merasa putus asa, pastor parokinya yang bernama Yohanes datang untuk menjenguk Lidwina. Pastor Yohanes mengajak Lidwina untuk merenungkan segala penderitaan Yesus. Sejak itu, Lidwina mulai menyadari dan mulai mempersembahkan semua sakitnya itu kepada Tuhan dan untuk menghibur Yesus.
Menderita sakit yang luar biasa selama 38 tahun, tidak membuat Lidwina menyerah akan keadaannya. Ia tetap bertahan dan memiliki devosi yang dalam pada Sakramen Ekaristi. Suatu hari, Lidwina dikaruniai sebuah penglihatan mengenai surga dan api penyucian. Selain itu, ia juga dapat merasakan penderitaan Yesus dan dikunjungi oleh orang-orang kudus yang datang untuk menghibur serta memberkatinya. Selama 19 tahun terakhir hidupnya, Lidwina hanya makan dari Komuni Kudus.

Otoritas gereja sempat meragukan sakit yang dialami oleh Lidwina dan mengira bahwa Lidwina diganggu oleh Iblis sampai sakit. Namun, setelah diuji oleh para imam, terbukti bahwa yang dialami Lidwina memang berasal dari Tuhan. Setelah itu, semakin banyak tamu yang datang untuk menjenguk Lidwina dan Lidwina pun menjadikan sakitnya sebagai ujud doanya kepada Tuhan. Meski Lidwina mengalami kebutaan permanen dikedua matanya di 7 tahun terakhir hidupnya, ia tetap berdoa dan percaya kepada Tuhan.
Lidwina tutup usia 14 April 1433 yang bertepatan dengan hari raya Paskah di Schiedam, Belanda. Lalu, Lidwina dikanonisasi 14 Maret 1890 oleh Paus Leo XIII.
