Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Santo Yohanes Krisostomus, Uskup (13 September)

Saint John Chrysostom | Open Library

Yohanes lahir pada sekitar tahun 349 di Anthiokia. Ayahnya adalah seorang perwira tinggi militer yang meninggal dunia setelah Yohanes dilahirkan. Yohanes dan saudara-saudaranya dirawat dengan baik oleh ibunya yang bernama Anthusa. Tidak hanya itu, ibunya juga memberikan pendidikan terbaik lewat guru-guru yang terbaik pula. Yohanes sendiri mendapatkan bimbingan dari seorang guru ahli Sastra Yunani dan retorika bernama Libanius.

Oleh sebab itu, Yohanes menjadi seorang murid yang cerdas dan mempunyai prestasi di bidang sastra dan retorika. Jika Yohanes sedang berbicara, membuat semua orang terpesona dengan kata-katanya sangat indah. Kemampuannya untuk merangkai kata, membuat ia dijuluki “Yohanes Krisostomus” atau yang artinya “Yohanes Si Mulut Emas.” Libanius bahkan sangat menyayanginya dan berharap suatu saat Yohanes bisa menggantikannya. Namun, ternyata Yohanes mempunyai panggilan yang berbeda dengan panggilan duniawi. Sudah dari kecil, ia bercita-cita ingin menjalani kehidupan religius dan menyerahkan hidupnya kepada Tuhan. 

Setelah itu, Yohanes mulai menjalani kehidupan pola asketis yang ekstrim. Ia juga melakukan kontemplasi dan merenungkan firman Tuhan selama 2 tahun. Karena pola hidup yang ekstrim ini, membuat perut dan ginjalnya rusak secara permanen. Maka, Yohanes pun kembali ke Anthiokia. 

Walaupun Yohanes gagal menjadi seorang pertapa, Yohanes pun memenuhi panggilan Tuhan sebagai seorang imam. Lalu, ia belajar teologi dibawah bimbingan Uskup Diodorus dari Tarsus dan ditahbiskan menjadi diakon pada tahun 381 oleh Santo Meletius, serta ditahbiskan menjadi imam di Anthiokia 5 tahun kemudian. 

Sebagai seorang imam, Yohanes terkenal akan khotbahnya yang indah. Meski sering jatuh sakit, Yohanes tetap melayani dengan karya yang luar biasa. Ia berkhotbah 1-2 kali sehari, memberi makan para fakir miskin dan memperhatikan anak yatim piatu. Yohanes melayani di Anthiokia selama 12 tahun.

Santo Yohanes Krisostomus - Katolisitas Indonesia

Kemudian, pada musim gugur tahun 397, Yohanes ditahbiskan menjadi Uskup Konstantinopel. Namun, umat di Anthiokia sangat sedih dan menimbulkan huru-hara karena kepergian Yohanes ke tempat lain. Lalu, Yohanes pun pergi meninggalkan Anthiokia secara diam-diam agar umatnya tidak membuat keributan hanya karena kepergiannya. 

Sebagai Uskup Konstantinopel, Yohanes juga sangat mengasihi umatnya dan mampu merangkul semua kalangan. Walaupun begitu, Yohanes tetap tegas menegur jika ada umat atau bahkan ratu yang berbuat salah. Salah satu ratu yang ia tegur adalah Ratu Eudoxia, istri dari Kaisar Arcadius, yang terkenal sangat boros dengan gaya hidup yang sangat mewah. Hal ini membuat Ratu Eudoxia sangat membenci Yohanes. Dengan kekuasaannya, Ratu Eudoxia mengajak orang lain untuk ikut memusuhi Yohanes dan memfitnah, serta menuntut Yohanes dalam sidang sinode, sehingga Yohanes dijatuhi hukuman pengasingan dari Konstantinopel. 

Tidak lama dari pengasingan itu, Kaisar Arcadius meminta agar Yohanes dikembalikan saja ke Konstantinopel karena banyak umat yang keberatan dengan hukuman pengasingan atas Uskup kesayangan mereka. Untuk menghentikan huru-hara tersebut, Ratu Eudoxia juga mendesak agar segera Yohanes dipulangkan lagi ke Konstantinopel dan dipulihkan namanya. 

Perdebatan antara Yohanes dengan Ratu Eudoxia kembali terjadi, ketika Ratu Eudoxia membuat patung perak dirinya di Augustaion yang letaknya dekat dengan Katedral Keuskupan. Ia mengecam perbuatan ratu dengan berkata, Sekali lagi  Herodias berulah, sekali lagi dia bermasalah, ia menari lagi, dan muncul lagi keinginannya untuk menerima kepala Yohanes dalam sebuah nampan.” Sebuah kata-kata yang ia ambil dari peristiwa kematian Santo Yohanes Pembaptis (Matius 14:1-12). Akibat kecamannya ini, Yohanes kembali diasingkan ke Kaukasus, Armenia.

Menghadapi hukuman pengasingan, Yohanes menulis surat kepada Paus Innosensius I, Uskup Venerius dan Uskup Chromatius. Dari Roma, Paus Innosensius I memprotes keras atas hukuman pengasingan terhadap Yohanes dan pada tahun 405, Paus Innosensius I mengirimkan delegasi ke Konstantinopel agar Kaisar Arcadius mempertimbangkan kembali pengasingan terhadap Yohanes. Namun, delegasi yang dipimpin oleh Santo Gaudensius ini tidak pernah sampai ke Konstantinopel karena dihadang berbagai kesulitan. 

Yohanes pun tidak pernah sampai ke pembuangannya yang kedua. Hal ini karena ditengah perjalanan, ia menderita sakit demam dan meninggal dunia di Cormana, Pontus pada tanggal 14 September 407. Sebelum meninggal dunia, Yohanes berkata,δόξα τῷ θεῷ πάντων ἕνεκεν” (Mahasuci Allah atas segala sesuatu). Sesaat setelah kematiannya, turunlah hujan es dan angin ribut melanda Konstantinopel. Tak hanya itu, 4 hari kemudian, Ratu Euxodia ditemukan sudah meninggal dunia. Lalu, Putera Mahkota dari Ratu Euxodia yang bernama Kaisar Theodosius II, berziarah ke makam Yohanes di Carmona dan untuk memohon ampun serta penyesalan atas perbuatan ibunya selama ini. Beberapa tahun kemudian, relikui Yohanes dipindahkan dari Carmona ke Konstantinopel oleh Kaisar Theodosius II melalui prosesi kenegaraan. 

Pada tahun 1204, para tentara salib mulai memasuki Yerusalem. Ketika para tentara salib berada di Konstantinopel, mereka membuat keributan dan mencuri makam Santo Yohanes Krisostomus dan Santo Gregorius, serta membawanya ke Roma. 

Oleh karena penjarahan Konstantinopel tersebut, pada bulan Juni 2004, Paus Yohanes Paulus II secara resmi meminta maaf kepada Gereja Orthodoks, serta mengembalikan relikui Santo Yohanes Krisostomus dan Santo Gregorius kepada Gereja Orthodoks. Prosesi pengembalian relikui tersebut diadakan pada tanggal 27 November 2004 di Basilika Santo Petrus, Roma dan relikui itu diterima oleh Uskup Bartolomeus. Relikui kedua orang suci tersebut disemayamkan di Gereja Santo Gregorius, Konstantinopel (Turki). 

Leave a comment